Selalu Ada Jalan untuk Bersama

Selalu Ada Jalan untuk Bersama

oleh Mieft Aenzeish

 

Sebagai mahluk yang hidup dari hembusan takdirNya, kita senantiasa akan beranjak menelusuri lajur khusus yang telah dicatatkan di atas Lauh Mahfudz.

Pada suatu hari di keheningan siang, sekelompok angin datang mengirimkan praharanya pada jiwa-jiwa sunyi, memporakporandakannya dan menaburkannya pada biru laut sampai tak ada sisa, sampai semua bersih. Kembali putih. Sebagaimana rindu yang tersapih.

Meski terkadang jiwa kesunyian bertengger di kepala dan menjauhkannya dari rasa ingin bersama, hanya ingin memiliki segala, namun prahara dari angin hidayah selalu menawarkan dirinya dari bawah lantai bilik hati. Bagi yang tak ingin mati.

Sebab selalu ada jalan untuk bersama, menuju tempat abadi di surga.

Maka marilah kita berjalan tanpa kesombongan, melewati keindahan dan kepedihan, tetap bergandeng tangan. Sebentar lagi kita sampai di keabadian.

 

26.03.2017

Cimahi

 

Berkaca Pada Binar Lampu Jalanan

Berkaca Pada Binar Lampu Jalanan

oleh Mieft Aenzeish

 

Kepada gelap ia beri terang, tanpa berharap matahari menggantikannya, bahkan rembulan yang datang dengan wajah terang purnama tidak ia sukai, sebab hanya akan menjadikan tubuhnya seolah tak lagi ada manfaat untuk sekitarnya, dan ia mungkin lebih suka sekalian mati jika purnama datang setiap pergantian sore ke malam, karena yang hanya memenuhi pikirannya ialah betapa ingin penciptaannya adalah wujud dari sebuah karya yang bisa menjadi manfaat ke dalam ruang kehidupan, sebagaimana manusia yang mengenal keagungan Allah SWT dan meletakkan seluruh bagian tubuhnya hanya untuk menghamba, mencintai setulus dan semampunya.

 

Dengan menjadi manusia yang seutuhnya saja, ia bisa akan menemukan kehidupan ini senantiasa melintas di lajur kebahagiaan, lalu bagaimana tidak lebih baik jika setelah ia menjadi seutuhnya manusia, ia kemudian mengabdikan dan mengenal lebih dekat dengan Allah SWT, Subhanallah.

 

Lampu-lampu jalanan bagai ruh lain, ia berada di sekitar, tidak menyapamu tapi cukup mengasihimu dengan menerangi jalan yang hendak engkau tapaki, agar engkau terhindar dari apa-apa yang buruk yang tak terlihat karena disembunyikan gelap.

 

Ia adalah wajah yang tak terlihat, hanya bisa kau rasakan keindahan cintanya, hanya bisa kau ingat ketika dunia tak lagi memiliki stok listrik yang mengalirkan energi untuknya.

 

Sebagaimana para Ulama yang alim, yang tidak mudah kau temui hanya pada sebuah gelar “Ustadz atau Kyai”. Lebih dari itu, Ulama adalah lampu-lampu jalanan yang teduh tanpa kenal gelar, karena gelar luhurnya adalah Ia mencintai seluruh mahlukNya dan bersungguh-sungguh dalam kecintaan kepada Allah SWT.

 

Meski terkadang ia sembunyi di balik kamar yang kumuh dan pakaian yang robek, ia tetap akan menjadi penerang bagi sekitar, dengan disadari atau tanpa disadari.

 

Semoga, gusti Allah SWT, menjadikan diri kita salah satu Lampu-lampu jalanan menuju keindahan cintaNya. Aamiin.

 

23.11.2016

Bandung

 

Scroll to Top