Ingin Kuperam Cahayamu

Ingin Kuperam Cahayamu

Puisi oleh Mieft Aenzeish

 
 

Gelap seringnya menjadikanku tempat terbaik

Sebagai meditasi kemunafikan hawa nafsu

Menjadikan robek kesucian haik

Membiarkan busuk memakan besusu

 

Wahai, ingin kuperam cahayaMu

Sebagaimana Musa menang atas musuhMu

 

Wahai, ingin kuperam cahayaMu

Sebagaimana Isa yang Kau angkat ke langitMu

 

Wahai, ingin kuperam cahayaMu

Sebagaimana Muhammad mengubur periode jahiliyah atas izinMu

 

Dan sungguh, Engkaulah segala

Bersamamu aku sembuh dari gila

Maka jadikanlah aku, tak lagi ada kepentingan yang lebih penting

Selain kepentingan denganMu, kepentingan yang tak butuh embel-embel belasting

 
 

22.06.2017

Bandung

 
 


NOTE :

haik/ha·ik/ n kerudung putih untuk menutupi muka yang dipakai kaum wanita Arab dengan bagian di atas hidung dibiarkan terbuka

besusu/be·su·su/ n bengkuang

belasting/be·las·ting/ Bld n pajak; bea; cukai

 
 

Suatu Malam Aku

Suatu Malam Aku

Puisi oleh Mieft Aenzeish

 

Pada ketika waktu menjadikan senja pergi

Aku biarkan ada langkah kaki

Dari diriku, melangkah ke pagi

Tempat dimana terang mulai mendaki

 

Dalam malam dan di atas kaki melangkah

Aku serahkan jiwa pada selain diri

Justru teruntuk pemilik diri yang mencipta alkah

Membawaku lebih dalam pada hangat selimut peri-peri

 

Aku tersenyum pada yang tak terlihat oleh mata

Aku bahagia oleh yang ada di dalam hati

Wahai… sungguh hanya kepada semesta

Aku bersama-Nya tanpa bisa mati

 

 

18.06.2017

Bandung

 

 

Cahaya Dari Sepotong Ayat

Cahaya Dari Sepotong Ayat

Puisi oleh Mieft Aenzeish

 

Setelah lelah kaki

aku istirah, duduk diantara warna gelap

menikmati nyanyian debur sungai pasang

seolah mengajakku deras mengalir

sampai menemu wajah hilir

 

Angin bersiul di sekelilingku

menyambut datangnya keheningan

sampai ke jiwaku

hening terasa begitu ngilu

lebih dari sekadar membenalu

 

Aku butuh cahaya,

sungguh aku butuh cahaya

untuk istirahku

untuk perjalananku

 

Sungguh

Telah lemah sekujur diri

sungguh

telah lemah sekujur hati

 

Butuh hanya cahaya

butuh serupa lilin dan api

 

Dan saat warna gelap lebih mencekam

kudengar sayup-sayup suara

dari arah barat

mengombak indah ke telingaku

mengetuk pintu jiwaku

 

Merembes ke hati

mengalirkan tanya di pikiranku

“Itukah nyanyian cahaya?”

“Itukah cara mematikan warna gelap ini?”

lalu langit menggerimiskan kasihnya

membasuh dosa-dosa

 

Aku kemudian berwudlu

mengeja ayat-Nya

“Wa Innallaha Robbi Wa Robbukum Fa’buduuh,

Hadza Shirootum mustaqiim.”

 

05.04.2017

Cimahi

 

Scroll to Top