Di Dermaga Pulau Pembunuh
Puisi oleh Perempuan K
Di sana
Yah…di situ
Kanfas dan tombak
Terus dan terus menari
Letikan jemari
Mengusung
Menyusun
Serpihan demi serpihan
Bersatu menjadi sulaman mutiara
Bertebaran di atas putihnya kanfasmu
Tak lelahkah tanganmu?
Tak letihkah jemarimu?
Tombak bermata emas
Menari bersama secangkir kopi
Tambahkan gula Jawa itu
Paduhkan dengan kopi Pulau Pembunuh
Biar manis berpadu
Hitam manis
Pejuang ulung
Tapi hei…
Ada gelombang
Di buritan cangkir itu
Ada buih memercik pita ingatan
Dia ia dan mereka
Selalu bersamaku katanya
Hati-hati cangkir itu
Jangan sampai pecah terbelah
Merapatlah ke dermaga
Letikan jemarimu dirindukan
Di dermaga Pulau Pembunuh
Udara di sana makin pengap
Tangisan air mata darah
Mereka rindu letikan jarimu
Jarimu yang tak lelah
Inspirasi dari hitam manis
Hitam manis kopinya dibutuhkan
Jangan kau hilangkan hitam itu
Jangan kau lenyapkan manis itu
Datar saja tidak ada pelangi
Ahh…itu tak indah
Di dermaga Pulau Pembunuh itu
Warna-warni pelangimu
Mampu melenyapkan pengap
Titik-titik keringatmu
Membasahi kanfas melahirkan mutiara
Mampu menghidupkan mereka
Tetaplah murni perjuanganmu
Hitam manis
Teguklah kopi
Nuranimu akan berbicara
Hitam manis
Setelah usai perjuangan
Bolehkah bersama?
Menikmati manisnya gula Jawa
Serta kopinya Pulau Pembunuh
Di dermaga itu
Bolehkah sambil meminumnya bersama?
Ende, 8 Oktober 2017
Kontradiksi Asmara
Puisi oleh Perempuan K
Patutkah mendung dipersalahkan…?
Atau
Mentari yang divoniskan
Bukakah mereka tak peduli…
Perlukah gula
Butuhkah kopi
Manis saja tak indah
Pahit saja tak menarik
Padukan biar menjadi hitam manis
Tapi ahhhh
Dinding itu terlalu angkuh
Pembatas itu terlalu egois
Larutan gula Jawa dan kopi Pulau Pembunuh
Dermaga perjuangan
Melahirkan sebongkah harapan
Memupuk sekeping kasih
Meski tangan tak berjabat
Mata tak menatap
Bergetar tanganku
Merangkai tentangmu ada
Debaran aneh yg kurasa…
Maaf aku lancang katanya
Apa perlu kujawab
Bibir tak mampu berucap…
Teka-teki sang takdir
Permainan gejolak kanfas memudar
Pena mulai letih Bukankah…penaku terinspirasi dari kanfasmu…?
Kisah Steven dan Makdalena
Tragedi Zainudin dan Hayati
Melanglang buana
Menikmati hitam manis kopi
Di dermaga perjuangamu dan Pulau Pembunuhku
Bersarang mimpi kita
Jangan hangatkan lagi kopi hitam manis
Pecahkan cangkir
Hancurkan dermaga
Bolehkah kita perjuangkan yakinku…
Tak ada lorong
Tak ada medan
Dermaga tengah menanti saatnya untuk roboh
Hayati lolongan anjing
Nikmati muramnya bulan
meditasikan
Karena kita sudah terlalu jauh ditinggal malam
Gelombang memarahimu
Buih menamparku
Di tengah gelap
Hitam pekat
Sunyi sepih
Ingat…
Pelangimu…
Letikan jemarimu…
Suara pengerasmu…
Keringatmu…
Lanjutkan penahmu
Lanjutkan teriakanmu
Meski tak ditemani
Gula Jawa dan kopi Pulau Pembunuh di dermaga perjuanganmu…
Ende, 12 Oktober 2017
Ketika Aktivis Bertanya Pada Tuhan
Puisi oleh Perempuan K
Debu siang itu makananku…
Guyuran terik itu minumanku…
Kenapa aku tetap berdiri disini…?
Aku tidak membentukmu dari tanah liat…
Karena jika panas dan hujan
Kau keras tapi akan hancur…
Aku tidak membentukmu
Dari tegarnya karang di bibir pantai…
Karena deburan ombak akan mengikismu
Perlahan lalu kau hancur berkepingan…
Lalu…?
Aku menyusun rangka dan dagingmu
Dari jerit tangis mereka yang tertindas…
Dari suara parau mereka
Aku membentuk telingamu agar kau peka…
Aku mengalirkan darahmu dengan air mata
Mereka yang tertindas
Kuselipkan detak nadimu dengan ketulusan dan keikhlasan…
Agar nurani akan selalu berbibicara untuk berjuang…
Dengan kebenaran kubentuk hatimu
Tapi ada darah dan nanah
Supaya kau slalu ingat
Bahwa perjuangan untuk kebenaran
Selalu disertai tikungan tajam…
Suaramu kubuat bergemuruh
Mengalahkan gemuruh tsunami dan guntur…
Agar kau mampu menyuarakan suara-suara minoritas
Di pelosok negeri…
Kutumpahkan tanganku melalui takdir
Sehingga orang mengatakan
Takdirmu adalah berjuang untuk kebenaran…
Sehingga mampu menjawab setiap tanya
Untuk apa aku diciptakan lalu dilahirkan….?
Murni tanpa campur tangan
Produk kapitalis yang merusakan hidupmu…
Tanpa suapan dari para koruptor…
Sekali lagi murni
Dengan murni pula kuhembuskan nafas kehidupanmu…
Berjuanglah…
Karena semangatmu telah kubuat
Seperti bara api yang menghanguskan…
Langkahmu dan perjuanganmu
Akan selalu kuberkati…
Hingga kaki tak beranjak
Ketika kebenaran masih tersembunyi…
Ende, 08 Oktober 2017
Nyamankah?
Puisi oleh Perempuan K
Bergejolak
Penuhi ruangan
Pita ingatan…
Berkecamuk
Padati palung asa
Sumur tua
Dalam gelap
Jauh dari kelopak
Berdesakan mencari jalan keluar
Perlahan menembus merembes
Basahi puing harapan
Tergontai lesu
Pikirku tertuju
Masih nyamankah dirimu…?
Lukisan berjejer itu
Kupahat dengan hati
Ada yg tersembunyi kumaknai itu…
Nyaman…
Perlukah perdebatan soal rasa…
Rindu alasan mewakili nyaman…
Kejauhan diselingi rentetan waktu arungi lautan
Ada rindu di sini untukmu…
Titipku pada buih di buritan cangkir
Niat berdiri
Satu sampan berdampingan pejuang ulung
Entalah….
Berdiri bersamamu
Bercumbu keringat
Berteman megafon
Bunga impian…
Lantas…
Kandas harapku
Aku hanyalah putri Eva
Jauh…jauh…
Dari sempurna…
Hentikan penahmu
Jauhkan kanfasmu
Bernarasi tentangku…
Perlukah rindu
Atau butuhkah tinta merangsang imajinasi…
Berat…
Sakit…
Miris…
Tersayat sembilu…
Lontaran tanyaku
Nyamankah dirimu
Berdampingan kebarek Adonara…
sirna sempurnah….
Katakan…
Bicaralah…
Ceritakan padaku
Tentang syairmu
Agar terjawab gundahku…
Ende, 18 Oktober 2017
Bernapas Pancasila
Puisi oleh Perempuan K
Perdebatan…
Pertengkaran…
Pertikaian…
Penderitaan…
Mata air tertumpah
Lalu menjadi air mata
Suburnya tanah
Menumbuhkan penindas…
Pancasila…
Jiwa…
Dasar…
Falsafah…
Gaung gema
Mimbar kampanye
Alampun tunduk
Politik kebusukan
Panca tak dipahami
Sila diabaikan…
Cerdas…pintar
Bergelar berlencana
Bijak tak bersepakat
Cerdas bodoh
Pintar gila
Gila…negeri ini
Dipenuhi pemimpin setan
Cerdaskan rakyat dari kebodohan
Ingin maki
Ingin bunuh
Negara ini berpayung hukum…
Tapi payungnya bolong
Gila…gila…
Bejat moral
Akal binatang
Hati iblis
Ciptakan kutu di kepala Garuda
Burung Garuda
Tak berkutu…
Atau salahkah…?
Rakyat dilarang pintar
Masyarakat dilarang sakit
Koruptor tak diselkan
Adilkah…?
Lalu…
Perlukah bersatu…??
Eratkan genggaman
Bulatkan tekad
Pancasila tak kalah
Pancasila harus menang
Pancasila harus hidup
Hari ini adalah kita
Esokpun selalu kita
Bukan dia
Ia atau mereka…
Gemparkan pelosok negerimu…
Guncangkan bumi Indonesiamu…
Sulutkan api juangmu
Menangkan Pancasila…
Kembalikan napas Pancasila…
Ende, 20 Oktober 2017
Penghalang Asmara
Puisi oleh Perempuan K
Tak pernah berjabat
Tak pernah bertatap
Tak bertanggal
Cerita tentang sebatang penah
Secarik kanfas
Terhitung waktu
Melewati ganasnya gelombang
Sampan bercumbu
Asinnya lautan
Jauh…di pelosok
Tertambat di ranting kota
Jantung perjuangan
Berakar Pulau Pembunuh
Tapak rindu
Jejak kangen
Ahhh…terlalu jauh
Merindumu selalu
Meski berbalut tantangan
Berbungkus perjuangan…
Dirimu…
Mataku terlalu jauh menatap
Tanganku tak sampai
memeluk
Bolehkah rinduku menemani…
Memelukmu
Meski pemisah pembantas jadi jurang…
Berkawanlah dengan sepi
Berpeluklah dengan sunyi
Karena di sanalah
Kita bercumbu lembut…
Bernyanyilah…
Dengan sajakmu
Dan syairku berkisah tentang
Harapku…
Mimpiku…
Serta imajiku…
Ruang dan waktu memisahkan…
Jarak membatasi
Rindu ini tetap milikmu
Keabadian…
Ende, 20 Oktober 2017
Sosok Seorang Kakek
Puisi oleh Perempuan K
Tertatih-tatih langkah
Tubuh terbakar
Hangus citra
Keringat darah
Basahi ladang
mengais-gais kehidupan
Kurus tubuh keriput wajah
Batang usia termakan waktu
Wajah masih tersembul
Semangat perjuangan
Demi si sulung
Bungsu yang tunggal…
Senyum bahagia
Menatap senyum bahagiamu
Tak sanggup mata
Menatap air mata dukamu
Tak ingin…tak ingin aku
Katanya…
Terima kasih
Tak mampu menggatikan
Keringat darahnya
Ahhhh…sosokmu
tangguh…
Kucabik perjuangan
Kugores sukamu…
Maaf…
Tangan terbuka memeluk
Menghangatkanku…
Sakit…
Duka…
Luka
Kecewa
Air mata mengalir…
Tersembunyi…
Tak kupahami…
Aku mencintaimu
Tak mampu kuucapkan dengan kata…
Bolehhkah…
Titip sosokmu
Biar kuat
Biar tangguh
lewati lika-liku hidup ini…?
Tak habis penah
Tak habis kanfas
Bercerita tentang
Motivator terhebat…
Denyut jantung
Detak nadiku…
Ende, 17 Oktober 2017
Selamat Bertambah Usia
Puisi oleh Perempuan K
Kadoku untukmu
Maaf sederhana
Evolusi bulan
Putaran bumi
Hanyut sudah purnama
Menandakan kepergian…
Tapi bukan berhenti
Lagi…lagi…dan lagi…
Angka ganjil
Bukan petaka
Tapi bulan bahagia
Rona fajar
Di pagi buta…
Menandakan
Hidup tidak berhenti hari ini…
Berterima kasihlah
Untuk bejana rahim
perempuanmu…
Malam-malamnya
tak karuan…
Bertarung gelap
Dilewati tanpa mengeluh…
Tak lupa pula
Tak memberi air susu
amun darah mengalir di jiwamu
Keringat menjadi kekuatan
Bukti perjuangan menghidupimu
Dan kini
Hingga usiamu beranjak berganti
Bintang bergeringi
Kuning keemasan…
Berdirimu perjuanganmu
Lelahkah dirimu
Letihkah ragamu
Ketika batang usiamu beranjak…?
Tujuh November
Sembilan belas sembilan dua…
Kenangkanlah kembali
kisah itu…
Lukislah
Biar sejarah menjadi bukti…
Perjuangan seorang mama…
Panjang umurlah
usiamu
Perjuanganmu
Lantunan doaku berharap
Berdirilah teguh
Suara mereka
Kekuatan
Air mata
Mereka titipkan…
Teruslah maju
Jangan lusuh
Jangan pudar…
Parang tombak
Simbol keperkasaan
Jika akarmu Adonara
Buktikan itu…
Lewat perjuanganmu
Atau tertunduk lesu jadi penakut…?
Ende, 07 November 2017
Bara Api Si Pejuang Ulung
Puisi Oleh Perempuan K
Membadai…
Bergemuruh…
Mahadasyat…
Jalanan diramaikan
Teriakan-teriakan memekik…
Memecahkan…
Meruntuhkan…
Lawan…lawan…
Sampai titik darah penghabisan…
Tajam peluru…
Ayunan sepatu besi…
Gas air mata…
Bukan pembela negara
Penjahat negara
Air mata…
Mengecap empedu
Tangan berlumpur selokan busuk
Melahap sampah
Rongga jiwa tercipta
Mereka titipkan padaku…
Untuk apa mundur…
Penjara bukan menjadi kutukan…
Mati dalam perlawanan
Bukan menjadi maut
Yang perlu ditakuti…
Kebenaran senjata
Rakyat kekuatan
Selangkahpun tak mundur…
Semakin membara
Api semngat…
Meradang amarahku…
Todongkan senapanmu kejantungku…
Pelurumu tak berarti
Tak gentar jiwa
Jika maut meremas jantung
Pengecut…
Penjahat…
Tembak aku…
Bunuh aku….
Sosok sembunyi dibalik senjata…
Pembela negara
Pengecut….
Sesalku…
Kegagalanmu menjadi pembela
Kerhasilmu menjadi penakut…
Jika nyawaku kaku
Jiwaku hidup
Dari generasi ke generasi…
Api juang…
Pejuang ulung
Tak terpadamkan
Menyala panas
Membakar borok tubuh pemimpin…
Tiga puluh Oktober
Berangka ganjil…
Terekam jejak
Bak tragedi Sembilan Delapan…
Di negeriku…
Tanah tumpah darahku…
Ende, 31 November 2017
Prahara Di Negeri Pancasila
Puisi oleh Perempuan K
Rodi romusa
Lancang tanpa permisi
Tanpa berprikemanusiaan
Membabi buta
Memperbudak
Tangisan dikala itu
Tak sempat terdengar
Torehan catatan sejarah
Bertinta emas
Jangan sekali-kali melupakan sejarah…
Suaranya menggelagar
Seperti petir di siang bolong
Catatan usang
Tak sempat terdengar
Tak sempat terlihat
Tersisa coretan usang berdaun
Hampir dimakan rayap…
Namun…
Mata saat ini menyaksikan
Telinga mendengar
Prahara negeri Pancasila
Bangunan pencakar langit
Comberan menjijikan
Terluntah rakyat mengais hidup
Malam kelam
Berpesta pora
Ada tangis digubuk
Menahan lapar…
Sakunya terisi
Lembaran uang rakyat
Tak puas…
Patutkah kau dijuluki
Binatang rakus…
Pancasila…
Hukum…
Tak lagi kokoh
Hukum diperjual-belikan
Tawar-menawar Pancasila…
Negeri apa
Bangsa ini siapa
Lantas…amnesiakah
Penghuninya…???
Ahhhhhh…
Prahara mempermainkan
Negeri Pancasila…
Persetan dengan kau
Persetan dengan negerimu…
Persetan dengan hukummu…
Toh…
Pemimpinmu
Memelihara prahara
Menjinak-jinakan….
Berisi emas
Dikeruk penjajah
Rakyat meratap
Tak peduli…
Prahara…oh…prahara
Menciptakan luka
Menbentuk duka
Rakyat membungkam
Lalu…
Episode berikutnya
Bukan drama tak berending…
Hanya akhirat
Mungkinkah penentu prahara
Di negeri Pancasila…
Pemudamu…
Pemudimu…
Jangan amnesia…
Ende, 26 Oktober 2017