Langit Tidak Selamanya Luas dan Biru
Puisi by Miftah Sr
Dan alam memilihkanmu hadir
Membersamaiku dan ibumu
Menambang bahagia terlampir
Serupa kilau emas yang ramu
Lalu menjadikan warni warna baru
Menciptakan resonansi keindahan
Bertalu kuat pada senyum daru-daru
Seolah takkan bisa lepas dari dahan
Namun kemudian
Langit tidak selamanya luas dan biru
Karena alam dengan mudah menghitamkan
Merubahnya jadi butiran damaru
Antrasian pun hilang dan beku
Tambang kebahagiaan juga jadi lebur
Seperti layang-layang yang hanya menyisakan arku
Engkau pulang ke persemayaman alam kubur
:dan setelahnya, menemu bahagia di keabadianmu, sayangku.
Bandung, 10-02-2022
Untuk Cintaku, Ruzayn Ahmad.
Takdir yang Mengenaskan
Karya : AF Ramadhan
Rintikan hujan turun ke permukaan
Banjir menggenang damainya kehidupan
Wabah penyakit datang silih berganti
Menggerogoti jiwa tanpa henti
Orang-orang terlalu cemas akan wabah ini
Tetapi lupa akan cara menanganinya
Lalat hijau menciumi kulit yang terluka
Aroma busuk nan tengik melayang diangkasa
Bencana melanda seakan jadi tamparan
Namun manusia malah pergi liburan
Betapa egoisnya manusia
Nyawa melayang akibat wabah dimana-mana
Rasa sakit tiada mampu terobati
Uluran tangan tak kunjung tiba
Karena sibuk dengan urusan pribadi
: Korban pun tak kunjung henti
Aditya Fajar Ramadhan – 2022
Aku dan Pandemiku
Puisi by I Lst
Pagi ini senjaku menyapa lagi
Selalu memperlihatkan betapa eloknya dunia
Terpaan sinar mentari yang sangat menyejukkan hati
Seakan tak pernah gagal membuatku terpesona
Sejenak aku terdiam dan tersenyum pahit kala itu
Ketika pandanganku tertuju pada pembatas jalan disetiap sudut kotaku
Seketika waktu menjebakku disana
Mengingatkan bahwa indahnya negeriku tak lagi sama
Bagaimana tidak? Seketika tanganku terlalu lemah untuk menulisnya
Otakku kehilangan kendali untuk menentukan alurnya
Pandemi, menjadi objek paling nanar untuk aku terjemahkan
Aku kira, liburku menjadi hal yang sangat menyenangkan
Ternyata hanya berdiam diri diatas kasur usang
Aku dipaksa untuk bersahabat dengan dunia digital
Menggenggam seisi dunia hanya lewat sebuah telfon genggam
I Lst – 2022
Indonesia Kini
Puisi by Edi Purwanto
Dulu kau dipenuhi para pejuang negeri
Siap mati demi kemerdekaan hakiki
Mati bersimpah darah tak peduli
Demi generasi di masa nanti
Tapi kini,
Kau dipenuhi para perampok berdasi
Tersenyum dan berbicara di televisi
Seolah mereka bersih dan suci
Bekerja untuk kesejahteraan pribadi
Sedangkan Rakyat menahan lapar di malam sunyi
Dibohongi dengan manisnya janji
Menjadi santapan para politisi
Suara-suara telah dikantongi
Kami ingin Memiliki pemimpin berhati nurani
Berjuang demi penduduk negeri
Bukan untuk partai dan golongan sendiri
Demi lahirnya kesejahteraan abadi
Edi Purwanto, 2022
Bilur Senja
Puisi by Rizal De Loesie Yufrizal Pasaman
Bilur-bilur senja
Muasal hati ditoreh waktu kau kuaskan di langit ingatan
Sebanyak desau angin
Dalam lamunan
Hanya belajar mengeja
Salam semesta digenggam
Diam-diam merupa awan
Muasal hujan
Mencari benih yang tinggal
Sedekat niat
Menumbuhkan asa atau kesia-siaan
Perihal kasih, perihal apa saja bait syair apa adanya
Seperti jiwa, juga sementara berawal dan berakhir
Casa de Esta
Bandung, 2022
Rizal De Loesie Yufrizal Pasaman
Dalam Lipatan Ombak
Puisi by Rizal De Loesie Yufrizal Pasaman
Aku di lipatan ombak
Dalam kehausan
Mencari butir-butir air
Yang menggenang
Dalam cangkir senja
Menyaksikan kata pulang
Yang terhadang pandang
Di atas puisi basi
Dari detak waktu itu
Aku hanya memungut semu
Memagut lembaran waktu
Yang berlalu
Aku hanyalah karang disinggahi burung elang
Di tumbuhi lumut kenangan
Dan larut dalam buih
Memecah segala riak
Di dada kian sesak
Bandung, 2022
Rizal De Loesie Yufrizal Pasaman
Menjadi Kopi
Puisi by Rizal De Loesie Yufrizal Pasaman
Katamu engkau menjadi kopi,
Aroma yang tercecap rindu
Sedang aku adalah hujan
Yang paling takut ketinggian
Hingga jatuh di dadamu # Muasal hujan adalah kesedihan.
Tak sekukuh pelukan daun pada ranting
Pada genangan puisi itu, luka dan air mata
Wujud semesta.
Yang tak hangat lagi
Menyusuri kemana saja arah angin, arah badai
Yang porak porandakan janji rindu
Mungkin di dada kita,
Tak asing lagi dengan gumpalan awan hitam
Matahari menyepit antara jeruji nasib
Bulan hanya bayangan kelebat hitam
Antara deretan lampu kota,
Laron yang hilir mudik menunggu penghentian
Mencumbui cahaya redup itu
Muara kegelisahan yang mulai tumpah
Menangkap dedaunan muda yang hanyut
Dalam ratusan pelukan
Hujan menulis bait-bait pahit,
Sederas air mata pengembaraan do’a
Casa de Esta
Bandung, 2022
Rizal De Loesie Yufrizal Pasaman
Kidung Malam
Puisi by Rizal De Loesie Yufrizal Pasaman
Kidung malam
Ajari aku membalut rasa sunyi
Dari jejak masa yang kugenggam setampuk kata mewujud rasa
Entah angin atau dingin
Aku tak mahir membedakan
Lahir atau takdir
Pada fajar, memerah pendar cahaya
Bangunlah diriku, dari tetesan wudhu
Kupulangkan kepada-Mu
Sesungguhnya kasih,
Dari maha pengasih
Ajari aku mahir mengeja waktu
Tidak dalam kesia-siaan itu
Bersebab rindu sungguh semu
Asa sesungguhnya maya,
Dekap tak selalu dekat
Ajari aku membaca tanda,
Tanda apa saja, tuntun dalam cahaya
Cahaya diriku, cahaya semesta
Cahaya muasal cahaya
Dalam cahaya-Mu
Bandung, 2022
Rizal De Loesie Yufrizal Pasaman
Suara Untuk Jarak
Puisi oleh Muhammad Sodikin
Di tempat yang berbeda
Menatap langit sama
Terlintas bayangan rindu
Rindu yang bersulam dengan jarak
Rindu yang terus berhembus melewati bisiknya angin
Di temani bulan sabit melengkung
Aku bersuara untuk jarak
Jarak yang tak kunjung berhenti
Jarak yang tak kunjung pergi
Menghantarkan nyaringnya pilu
Mengumpat pada ilusi semu
Dingin malam kini ku lalui
Ditemani secangkir kopi manis hangat
Teringat pundak kering yang menjadi sandaran, namun sekarang harus basah diguyur kenangan
Hingga hanya sunyilah yang ku rasa
Ingin rasanya ku taklukan
Melawan sesaknya kerinduan
Mengulang indahnya kala itu
Menghabiskan ruang waktu tanpa jarak
Bercerita segala kegaduhan, tanpa sedikitpun terhalang sendu
30-07-2020
Muhammad Sodikin
Jingga
Puisi oleh Lilih Siti Nurhasanah
Kala itu..
Terlihat semu
Di sudut langit menjajar
Ku termenung memandang
Begitu indah ternyata
Warna dunia begitu jarang kujumpai
Tak terbayang jika itu dekat
Hingga jiwa bisa menggapai
Apalah daya…
Jiwa ini tak berdaya
Memandang senja sekejap
Jingga menyala nan indah
Semu berselimut rupawan
Menepi..
Menikmati kedamaian
Hiruk pikuk dunia melayang sejenak
Seperdetik berjalan bagai berlari
Sekilat sebelum gelap
Aku bahagia
Walau sekejap memandang
16-12-2020
IG : @lihasssss_