Senja dan Kamu

Sunset dan Kamu

oleh Mieft Aenzeish

 

“Bagaimanapun, engkau akan lebih cantik dan lebih sempurna daripada Bidadari surga. Sebab kau memulainya dari kehidupan dunia. Menjadi permata bagi kekasihmu, suami sholehmu. Dan jika ada ibarat, engkau adalah makanan pokok, sedangkan bidadari hanyalah snack.”

“Sebab engkau Cantik, bunga pun malu melihatmu, apalagi ketika kau tersenyum, dan aku yakin, senyummu menjadikan bunga-bunga layu.”

“Karena ketulusan tak butuh pertanyaan, apalagi yang membingungkan. Cukup kau pahami bahwa aku telah mencintai, bukan hanya dirimu, tetapi segala sesuatu yang berkaitan denganmu.”

“Aku tak pernah suka pada fanatisme kebencian, meski itu termasuk kebencian pada Dajjal. Karena sebagai seseorang yang tak sebersih dan sesuci hati nabi. Pasti masih ada darah yang tercampur tubuh setan hingga terbentuklah fanatisme kebencian. Apalagi benci yang berlebih pada seorang non muslim. Cukuplah menegur dan memberi nasihat titik salahnya. Lalu kembali merangkulnya, mudah-mudahan Allah SWT memberinya hidayah melalui kebaikan dan kebersihan akhlak kita.”

“Jangan hanya lihat dengan mata, gunakan juga hati. Sebab yang buruk bisa jadi yang baik, dan yang terlihat baik bisa jadi justru sangat buruk. Karena pada akhirnya Allah akan membuka, cepat atau lambat. Berbaik sangkalah, kepada siapapun mahlukNya. Terlebih kepada Sang Khalik.”

“Aku bukan stroberi yang bisa kau makan hanya dengan terlebih dulu mencucinya.”

“Aku adalah manggis, kau hanya akan mendapati manisku setelah melepas kulit pahitku.”

“Entah kapan bisa kulantunkan ayat-ayatNya tepat di sampingmu sebelum terlelap, sebagai penghantar tidur dan sebagai doa yang membawa kebaikan juga kesehatan.”

“Kepada sore yang membawa angin ketenangan, aku dan nama seseorang yang ku peram dalam hatiku, selalu dan senantiasa menjadikanmu bukan sekadar waktu, lebih dari itu engkau adalah tempat dimana kebahagiaan telah lebih keras ketimbang batu-batu.”

“…benar memang, aku adalah bias dari kedua mata yang berbicara tentang kefakiran dan kelemahan. Maka aku tak heran, jika hanya sedikit saja yang mengurai hidupku sebagai sebuah kebahagiaan, dan bola mata yang dianggap buta selalu punya ketulusan.”

“…lalu aku berlalu tanpa menjadi arti apa-apa bagimu, bahkan tak juga sesederhana sandal yang menjadi pasangan kaki cantikmu.”

“Ada saatnya, dimana yang bisa kita lakukan sekarang, akan tak kuasa lagi kita kerjakan. Pada saat itulah, kebersamaan bersama Allah SWT telah tanpa hijab, penuh keindahan. Untuk yang beriman.”

“Kepada semesta dan jiwa, bawalah aku terbang setinggi angkasa cinta, hujani aku, maaf dan keakraban. Sebab aku ini ada yang tiada. Tiada, ketika tak bersemesta pada jiwa.”

“Tak peduli ini serupa karma atau apa, yang pasti aku menikmati dan menyukai yang sedang terjadi.”

“Walaupun Aku banyak salah terhadap diriku sendiri, aku masih tetap mencintai dan menyayangi diriku. Maka sepertinya sungguh tak pantas, aku membenci seseorang karena sedikit kesalahannya. Seharusnya aku memaafkan, lalu membiarkan cinta dan rasa sayang senantiasa mengalir tanpa melihat orang itu siapa.”

“Matahari telah menghukumku, menjadi abu diantara api dan asap.”

“Lepaskanlah abu jiwaku ke lautan, sayang, agar kau tak lagi menatapku dengan kebencian.”

“Mungkin engkau hanya keindahan buih dari deburan ombak, yang tak bisa kumiliki. Sebab setiap kali ku hendak menjemba, kau menjadikan dirimu tiada.”

“Melalui suara malam yang menjadikan gelap sebagai nada, aku serahkan terang bulan dari jiwaku kepada air yang mengalir, barangkali akan ada banyak jenis ikan kebahagiaan yang berenang, sampai kutemu gelas kosong dan memenuhinya hingga menutup dahaga seorang jelita dari catatan takdirku.”

“Aku tak bisa menjadi angin yang mengubah diri jadi badai untuk mendapatkan cintamu, aku hanya angin yang berhembus lembut membelai dedaun dengan mesra. Dan aku harap, engkau rela sebagai daunku.”

“Pelahan, kabut memisahkan aku dari punggung cianjur, menghantar mesra ke tangan lembut sukabumi.”

“Cianjur – Hanya tentang kenangan yang mulai terbusak oleh rintik gerimis malam ini.”

“Malam selalu punya ruang terang, untuk diri, untuk hati dalam tenang.”

“Sebagaimana cinta sabtu pada malam minggu, selalu bikin senyum tanpa ragu, dari laci yang terpenuhi lembar rizki.”

“Terima kasih atas datangmu kawanku, aku bahagia kau kawani, sekarang marilah kita kembali, aku ditidurku, engkau di persemayamanmu.”

 

30.05.2017

Lembang

 

Scroll to Top