Terantuk Riuh – Puisi Adi R. Yasin

Terantuk Riuh

Puisi Karya Adi R. Yasin

 

Selumbung telapak kaki

Keluar berlari menyuarakan pagi

Pada batas matahari

Terlipat ilalang di tepi tepi janji

 

Lantas derap itu menjejaki rebah

Tertinggal di belakang tadinya berdiri tegak

Sepertinya terlampau ramai

Ada ribuan

 

Di permukaan alam ini

Ada yang memilah langkah sendiri

Atau di genapkan pada ber-ratus rujuk rintisan

Agar biasa saja

 

 

Bandung

2022-02-25

Kering teri kacang tanah

Kunjungi Profil FB Penulis : Kang Adi R. Yasin

Terantuk Riuh – Puisi Adi R. Yasin

Nomor Sembilan – Puisi Adi R. Yasin

Nomor Sembilan

Puisi Karya Adi R. Yasin

 

Gaduh ruang redamku

Riuh tepuk pada udara bisu

Cahaya mati di ujung hidup

Sungkup

 

Ujung ilalang runcing membuat langit

Sedari sore tadi rintik sepanjang hening

Ingin nyanyikan lagi lelagu bising

Gagu pun khusyuk menjahit mulut sepi ini

 

Tadi serak merajai siang yang parau

Erang jadi rindang di belantara terang

Paranoia bagi mereka yang terbiasa berteriak

Meski sumbang

 

Tolong nyanyikan lagi

Nina bobo mengajarkan mimpi

Aku menunggu di tepian janji

Sembari sesekali mengurai pedih

 

 

BANDUNG

2022-03-27

Kering teri Kacang tanah

Kunjungi Profil FB Penulis : Kang Adi R. Yasin

 

Aku dan Pandemiku – Puisi I Lst

Aku dan Pandemiku

Puisi by I Lst

 

Pagi ini senjaku menyapa lagi

Selalu memperlihatkan betapa eloknya dunia

Terpaan sinar mentari yang sangat menyejukkan hati

Seakan tak pernah gagal membuatku terpesona

 

Sejenak aku terdiam dan tersenyum pahit kala itu

Ketika pandanganku tertuju pada pembatas jalan disetiap sudut kotaku

Seketika waktu menjebakku disana

Mengingatkan bahwa indahnya negeriku tak lagi sama

 

Bagaimana tidak? Seketika tanganku terlalu lemah untuk menulisnya

Otakku kehilangan kendali untuk menentukan alurnya

Pandemi, menjadi objek paling nanar untuk aku terjemahkan

Aku kira, liburku menjadi hal yang sangat menyenangkan

 

Ternyata hanya berdiam diri diatas kasur usang

Aku dipaksa untuk bersahabat dengan dunia digital

Menggenggam seisi dunia hanya lewat sebuah telfon genggam

 

I Lst – 2022

Disini Bukan Tempatku ~ Puisi Lebah Madu

 

Disini Bukan Tempatku

~ Puisi Lebah Madu

 

Kemudi mu ikuti langkah kaki-ku

Menyusur panas aspal jalanan tanpa gerutu

Kemudian kau bertanya, bisakah kamu tinggal disini?

Diantar sesak dan hiruk-pikuk tak kenal waktu?

 

Tak ada waktu untuk menjawab

 

Sebab, setiap lelah tadi malam, tak bisa terbayar istirahat sampai pagi

Beruntung rahangku masih kuat menahan senyum,

menyapa selamat pagi pada setiap sudut mata yang masuk tanpa melihat

 

Kering, laci dan meja kasir setiap malam

Berubah macam prasangka dan tuduhan, kita saling menuduh,

melempar semua kebaikan di setiap sudut toko dan membuangnya

 

Kini, aku bisa menjawab

Esok aku harus pergi

Disini bukan tempat ku

 

Kopo, (dalam ingatan) 2016

 

Aku Sang Gembala

Aku Sang Gembala

Puisi oleh Mieft Aenzeish

 

Pada waktu dimana pagi menyerahkan dirinya untuk siang

Aku berjalan, melewati banyak pematang

Bersama tujuh ekor gembalaku

Menuju tempat dimana banyak rumput segar berbiku

 

Setiap pematang yang kulewati sering ada hal baru yang kulihat

Seperti saat ini, aku melihat sepasang kodok berkejaran dalam lompat

Mengingatkanku pada bayang di setahun silam

Sebelum tubuh saudara kembarku kembali ke pelukan alam

 

Betapa nestapa ini mengguntur jiwaku

Bagai kering sungai yang memanjang dan beliku

Namun aku telah berjanji pada kaki langit

Sedihku tak lagi akan menderit

 

Aku cukup menikmati senyum gembalaku

Ketika kenyang mereka rasakan, wajahnya bagai buah ciku

Begitu manis, serupa senja yang menjadikan langit berderai gerimis

Dan aku duduk diatas kebahagiaanku yang takkan pernah habis

 

: karena aku sang gembala, kau kan melihatku selalu menyala

 

23.03.2017

Cimahi

 

*berbiku  : v mempunyai (ada) lipatan (pada tepi kain dan sebagainya);

*ciku         : n buah sawo manila.

 

Scroll to Top