Sepucuk Surat Rasa Terima Kasih Untuk Guru – Puisi Miftah Sr

Sepucuk Surat Rasa Terima Kasih Untuk Guru

Puisi oleh Miftah Sr

 

 

Pagi hari membangunkanku untuk jumpa mentari

Dengan senyum tulusnya yang kemudian memberi energi

Menghangatkan tubuh, memberi imunitas alami

Ini serupa peranmu wahai Guru, tentang bagaimana engkau bermanifestasi

Mengembang ke dalam jiwa-jiwa kami

Membabat habis kekerdilan pikiran kami

Mereduksi seluruh akar kebodohan dalam diri

Dan menciptakan spektrum kecerdasan yang mungkin jarang kami sadari

 

Tak terhitung berapa waktu yang engkau habiskan untuk kami

Engkau selalu dan senantiasa semangat saat membersamai kami

Meski engkaupun tahu, betapa kami terkadang bisa membuatmu sakit hati

Namun engkau tak peduli, bahkan tetap menjadi malaikat yang melindungi

 

Guru…

Terima kasih untuk setiap detik waktu

Terima kasih untuk rasa sabar yang membatu

Terima kasih atas setiap cucuran peluh

Terima kasih atas rasa cinta yang tumbuh

 

Guru…

Itulah sebab, sepucuk surat ini tertuang dalam bait-bait puisi

Agar setidaknya, ucapan rasa terima kasih kami ini ada unsur kreasi

Atau justru terkesan naif, entahlah, tapi hormat kami padamu begitu kompleks

Budi baikmu tak bisa diganti hanya dengan seberapa banyak lembar uang ataupun cek

 

Maka untuk melengkapi yang tak bisa terganti oleh duniawi

Kami meng-create waktu demi kirimkan untaian doa-doa samawi

Semoga engkau wahai Guru, tak pernah tidak terberkahi

Dan selalu dalam peluk penjagaan Gusti Robbul Izzati

 

 

13.08.2022

Bandung

 

 

Sebab Ternyata Kita Satu – Puisi Miftah Sr.

Miftah Sr :

Sebab Ternyata Kita Satu

 

 

Duduk aku

Pejamkan mata untuk melihatmu

Tersenyum aku

Mendapati fakta bahwa sebenarnya kamu

 

: merasukiku bukan hanya di jiwa, namun sungguh telah sampai raga.

 

Tak hendak aku menolak

Keberadaan dirimu begitu mutlak

Hingga tarikan nafas yang sesak

Justru makin tak bisa aku berontak

 

: maka biarlah, kupilih lebih dalam terbawa ombak

 

Terus, terus dan terus tenggelam

Sebagaimana cinta yang legam

Selalu nyata bahwa kamu ke aku

Atau aku ke kamu, sama-sama baku

 

: sebab ternyata kita satu.

 

 

01.20
Bandung, 03.07.2022

 

Tentang Kita – Puisi Karya Lara Sakura

Tentang Kita

Puisi Karya Lara Sakura

 

Tidak perlu kecewa

tentang kisah kita

apakah permulaannya itu cinta?

 

atau hanya kita yang sering bermimpi

untuk menjadi sepasang merpati cinta?

 

Tidak mengapa andai kisah kita ternoktah

bukankah kita terbiasa sendiri?

 

menghitung bintang di langit hanya bertemankan khayalan sepi?

 

tiada dakapan hangat

hanya dingin malam yang menyelimuti?

 

Tiada apa perlu di cari

kerana tiada siapa yang harus ditemui

jarak ini bukan pemisah

bukan jua pengikat

hanya hati yang merasa selalu ada

hakikatnya tidak pernah ada

………..

………..

sebenarnya hati ini tersakiti

terlalu dalam.

 

Puisi Liar#:)

June-2022
https://web.facebook.com/sakura.lara.372 (Klik Link Profil Penulis)

 

Rencana dan Do’a (Keyakinan Nyata) – Puisi Karya Gentur Chairussani

Rencana dan Do’a (Keyakinan Nyata)

Puisi Karya Gentur Chairussani

 

Mungkin kita adalah perencana terbaik

Dengan pemikiran dan ide yg menarik

Namun sadar kah tentang hati yg berbisik

Bahwa kepastian jauh lebih baik dan yg terbaik

 

Dimana rencana hanya sementara

Sedangkan pasti itu selamanya

Kembali lah kepada kepastian nyata

Kita berencana tapi di sertai do’a

 

Mungkin harusnya mulai dengan do’a

Sebelum rencana indah akan tercipta

Mungkin terbaik hanyalah do’a

Dengan rencana dan keyakinan nyata

 

Gentur Chairussani

17 Juni 2021
https://web.facebook.com/genthoerz (Klik Link Profil Penulis)

 

Bianglala – Puisi Karya Hari Untoro Dradjat

*- B I A N G L A L A -*

Puisi Karya Hari Untoro Dradjat

 

Aora yang berwarna warni

Perbedaan ada secara alami

Bianglala muncul di sore hari

Sembunyi di balik petir menggelegar.

 

Denting warna bunyi

Suara dasar anak tangga nada

Gerak gelombang yang menggema

Gema bergaung di dalam relung jiwa.

 

Mendengar suara indah

Horizon membentang luas

Bianglala menghias cakrawala

Kalbu menangkap pesan pencerahan.

 

Menatap langit cerah

Kejernihan hati mengalir ceria

Mendengar suara alam semesta

Tiada lain kecuali manifestasi Dia semata.

 

Hari Untoro Dradjat,

16-06-2022
https://web.facebook.com/hariuntoro.dradjat.7 (Klik Link Profil Penulis)

 

Toksin – Puisi Karya Estu Ismoyo Aji

Toksin

Puisi Karya Estu Ismoyo Aji

 

 

Sementara ini jangan kau ajari aku lagi

Karena sebagian materi cinta kemaren

Aku belum mempraktekan satu persatu

 

Berilah kursi pertemuan dan pena manismu

Untuk aku duduk dan menulis sebuah riwayat

Bagaimana caraku lebih dalam memahamimu

 

Tapi aku pesan kepadamu jangan awasi diriku

Bukan alasan aku mau menyontek tapi karena

Trauma rasa grogi itu terkadang masih latah

Saat kau mencoba mendekat di sampingku

Aku takut gagal lagi menjatuhkan hati padamu

 

Sekarang bolehkan aku untuk memulainya

Kau tahu seberapa sering aku mengenangmu

Coba hitung banyaknya pasir di batas pantai ini

Jangan bertanya lagi itu adalah jawaban dariku

 

Selesai sudah ujian gelombang asmara terjadi

Saatnya menumpuk berkas rasa di meja senja

Sekaliyan membisikan sesuatu di telinganya

 

Dengarkanlah wahai guru kehidupanku,

 

Memandangmu adalah obat penyakit

Yang semakin aku ingin meminummu

Justru membuatku di kutuk candu

Benar memang reda rasa sakit itu

Namun sulit untukku menyembuhkan

Seluruh toksin buih-buih rindu ini

 

Purworejo, Kamis Malam Jum’at,

16 Juni 2022, Pukul 23:31 WIB.
https://web.facebook.com/estuismoyo.aji (KLIK LINK PROFIL PENULIS)

 

 

Tujuh Terpilih : Puisi Harian Indonesia, Kamis 9 Juni 2022 – Tentang Romansa, Doa dan Perjalanan

 

Tujuh Terpilih : Puisi Harian Indonesia, Hari Kamis 9 Juni 2022 – Tentang Romansa, Doa dan Perjalanan


 

EMBUN PAGIKU

Puisi Karya Nora

 

 

Kabut malam mulai lenyap

Fajar mulai menenun hari

Kunanti buliran embun pagi

Menetes menyejukkan hati

 

Secercah cahaya mentari

Kusambut pagi bersama imaji

Dan engkau embun pagiku

Kesegaran dalam benakku

 

Lewat bening embun

Menatap kasih di ujung daun

Sebulir embun yang cermin

Tebarkan pesona seharum jasmine

 

Engkaulah keindahan fana

Pantulan keindahan yang sempurna

Jadikanlah aku puisi secantik Cleopatra

Dimana engkau menjadi bait-baitnya

 

NRS , 05 Juni 2022
https://www.facebook.com/profile.php?id=100007954186260 -NORA

 


 

Pesan Kalimat

Puisi Karya Estu Ismoyo Aji

 

 

Ada hal yang perlu dicari

Bukan sekedar menanti

Segala pengalaman ini

Harus berani dilewati

 

Dengan membaca sunyi

Kau akan mengerti arti

Sebuah keberadaan hati

Dan peradaban rohani

Walau melalui seribu ilusi

 

Pesan kalimat kepada lampu

Bacalah aku dengan matamu

Maka aku akan menjadi energi

Yang bersemayam di otakmu

Lalu nyalamu menerangi hidupku

 

Purworejo, Selasa Malam Rabu, 7 Juni 2022, Pukul 23:13 WIB.

https://www.facebook.com/estuismoyo.aji

 


 

SE SA AT

Puisi Karya Rifai Salim

 

Tatkala keindahan tak kan jauh

Cuman sejengkal dari pandangan

Bergelimang rona pancarkan aroma

Setia cengkrama enggan dijamah

 

Namun angan tak setia kenyataan

Alibi tuk berlari belok kanan dan kiri

Meniti jalanan nan kian tak pasti

Gejolak nurani seolah tak kan mengerti

 

Titik kulminasi membelalakkan jati diri

Selama ini kan slalu ditutupi

Oleh ucapan – ucapan nan berapi-api

Silih berganti luluh bak termakan api

 

Apa yang kau cari wahai sang pemimpi

Kelana mu tiada lagi penuh arti

Hanya lah buang energi tiada tepi

Sebenarnya yang kau cari ada di sini

 

Rif. 070622
https://www.facebook.com/rifai.salim

 


 

BISAKAH

Puisi Karya Sari Maharany

 

 

Bisakah genggam tanganku sekarang

Tolong alirkan energi positif kedalam jiwaku

Agar menyala lagi semangat yang terendam

Ribuan luka yang berdatangan tanpa henti

 

Bisakah tuntun ku lagi ke jalan semula

Ku sempat tersesat masuk dalam nestapa

Berputar tanpa tahu arah kebahagiaan

Ku mohon bawa aku lagi ke jalan bahagia

 

Dan jika kamu melihat ku terdiam lagi

Bisakah kamu menatapku sekali lagi

Bawa aku kedalam kedamaian matamu

Rengkuh aku dalam tenangnya bahasa hatimu

 

Riau, 07 Juni 2022
https://www.facebook.com/sari.maharany.71

 


 

Di Awal Malam

Puisi Karya Andri Yunarko

 

 

Gelisah saat menanti mu tiba

Tak mampu alihkan pandangan

Menatap hingga ujung jalan

Berharap kau segera tiba

 

Tak mampu kusembunyikan

Keriangan di senyumku

Saat kau tiba dengan tawa

Meski canggung saat menyapa

 

Lembut kata dan candamu

Mampu cairkan suasana

Kuberanikan diri tuk tertawa

Berdebar hati menatapmu

 

Melaju di derap malam

Hanya kata dan canda

Bahagia rasa diriku

Sekedar bersamamu sejenak

 

Saling bertukar cerita

Tentang dunia yang sama

Diiringi lagu lagu cinta

Tuturmu hangatkan suasana

 

Meski kita berjarak

Namun hati terasa dekat

Tanpa terasa waktu berlalu

Berjalan membelah malam

 

Menancap kuat dalam ingatan

Betapa kesan kau tinggalkan

Hatiku telah memilihmu

Tak mampu berpaling darimu

 

Hanya senyum mu

Kunantikan berada dekat padaku

Seperti pertemuan malam itu

Untuk pertama kalinya

 

Aku jatuh hati padamu

 

Pemalang, 5 Juni 2022
YouTube channel : Catatan Andesma
https://www.facebook.com/anggara.kasih80

 


 

Doa Di Awal Bulan Juni

Puisi Karya Hari Untoro Dradjat

 

 

Ayam jantan berkokok

Menyambut cahaya mentari

Alam berpesan kepada insan

Gairah menyongsong hari depan.

 

Wasiat memberi pesan

Kekayaan batin berlimpah

Amanah kerabat demikian erat

Pesan persaudaraan membawa nyaman.

 

Pesan yang amanah

Sahabat yang dipercaya

Permintaan yang disampaikan

Doa yang dilantunkan bagi kerabat.

 

Ya Tuhan …

Bebaskan daku dari nestapa

Tanah kelahiranku tanah bencana

Cincin gunung api menyembur lava

Lahar menghanyutkan batu dan debu

Mengalir di antara dinding tebing yang kokoh.

 

Ya Tuhan …

Engkau yang selalu ku damba

Dekaplah daku dengan kelembutan

Kasih sayangmu yang selalu ku rindukan

Perjalanankanlah daku di tanah perjanjian

Lindungilah diriku sampai ke tempat tujuan.

 

Hari Untoro Dradjat. 03062022.
https://www.facebook.com/hariuntoro.dradjat.7

 


 

LUKA DI KULIT BUMIKU

Puisi Karya Hamsar Opo

 

 

Kemarau menangis

Meratapi onggok matahari

Ia memeluk bumi yang menjadi rapuh

Tergolek dalam bekap selimut tujuh lapis

 

Serupa…

Hutan-hutan beralih rupa

Dalam petak sangkar emas

Yang diwariskan kekuasaan

Atas dasar pertalian darah atau madu

 

Dan lirih…

Suara seruling melawan bunyi cerobong asap

Nyanyian-nyanyian agung Ibu Pertiwi

Sumbang di mulut mesin penggerek

Hanya tersisa luka.

 

Makassar, 29 Mei 2022
https://www.facebook.com/profile.php?id=100081561128301

 


 

ANTOLOGI PUISI TIMUR SINAR SUPRABANA (TERBARU 2022)

Antologi Puisi Terbaru Pak Dhe TIMUR SINAR SUPRABANA

 


 

Timur Suprabana:

 

mengenai usai

 

usai ini seperti usia

ketika digusur umur

: bikin hatiku tak punya rahasia

bahkan bayang tentang dunia kubur jadi sesegar air sumur

“telah hampir Sampai,” pikirku.

meski tak bisa kutahu kapan tiba.

tiap langkah merindu Lagi.

meski kadang, namun sangat jarang, sempoyongan.

alangkah indah saat tak cemas, kuatir, atau terlebih sampai takut.

betapa manis ketika tak berharap, sebab harapan telah nyawiji dengan kenyataan dan kejadian.

beberapa hal, bisa saja tak penting (walau bukan pula soal remeh), telah kucatat

mungkin, kelak yang tak kutahu pasti kapannya, engkaulah yang membacanya (silakan

kalau kau hendak bacakan

juga bagi lain orang)

atau tak seorang pun, entah mengapa, sempat membacanya

tak apa

kerna bukankah angin mesti tak henti mendesau

agar ia bisa mengabarkan kesiurnya?

(angin, engkau tahu, jelmaan udara yang bergerak.

saat ia diam

hanya tinggal entah

bukan udara.)

telah usai usia

: umur mendekap

penuhCinta

…..

04.03

06.06.2022

~ tanpa kota penanda

 


 

Timur Suprabana:

 

kota yang lain

 

pagi ~nampak molek dan sedikit semog~ langitnya biru bersisik susunan lempenglempeng mega putih sisa semalam yang mengingatkanku pada pola punggung kurakura jawa (lalu secangkir kopi, angin yang lelah, ingatan pada gerimis, dan lapar yang tak kunjung terasa sejak tiga hari lalu, melengkapkan keengganan beranjak)

entah gunung apa, di agak selatan, membiru jauh

entah pohon apa, kubayangkan pernah entah siapa berteduh lalu mati dipedaya kerimbunan pada suatu hari menjelang pertengahan bulan lalu, melalui helaihelai daunnya bercakap dengan akar yang tak henti ~dengan sabar~ meremas batubatu

seseorang, dengan pandang mata seolah mengenalku, tersenyum namun jelas tidak padaku

orang yang lainnya lagi, berkemeja oranye mranggen, menghampiriku untuk meminjam korek tapi tidak buat menyulut rokoknya ~mungkin kerna

korekku berwarna oranye juga~

seekor anjing melintas,

pengendara menekan tombol klakson,

perempuan membuka tas tangan yang seperti terbikin dari kulit ular. mungkin hendak mengambil lipenstip,

tukang parkir berucap nyaris seolah berteriak, “kiri… kiri… kiri… terus… bales… lurus… hooop…”

lalu sunyi

…….

belum pukul tujuh

tapi kota ini seolah sudah begitu tua

telah lama tak dicat ulang

membayangkan kota dicat ulang

aku tertawa

dan tibatiba menemu diri menjelang rabun

dengan jarijemari kadangkadang mendadak sebentar mati rasa

sudah sejak sembilan belas tahun lalu

usia didepak umur.

tahun depan, enam puluh, barangkali mulai usur.

anjing yang tadi melintas

entah muncul dari sisi mana

menggonggong

tukang parkir yang tadi pula

kembali memberi aba aba.

ini kali

pada pengemudi yang berbeda

perempuan dengan tas tangan yang seperti terbikin dari kulit ular

sudah tak lagi duduk di kursinya

gembira kerna tibatiba merasa lapar

aku bersiul

merasa disayang,

merasa terberkati

merasa kaya sebab pagipagi sudah bisa ingin makan

…….

06.31

31.05.2020

~tanpa kota penanda

 


 

Timur Suprabana:

 

pada delapanbelaskota pertama

 

pada delapanbelaskota pertama dari tigapuluhtujuhkota yang runtuh dalam deret mimpi di relung dangkal tidurtidur yang tak pernah sepenuhnya lelap, airmata telah lenyap. begitu pula dukacita atau pun gembira. cinta, kangen menahun dan batuk seratus hari, bau tembakau dan aroma kopi, harum kayumanis dan wangi kenanga jawa, ngringkel seranjang dalam ruang berbohlam duapuluh watt yang tak henti berkedip acak seperti sedang menceritakan entah apa seolah besok bisa saja kiamat tiba tanpa awalan tandatanda.

semua, aneh, terasa asing justru kerna ~barangkali~ corona betul bakal segera tiada

aku, membayangkan diri sebagai bulan yang ingin kau bisa pandang sisi berbedanya, ndingkik malam yang pasti tiba berbareng akhir senja. lalu, ketika derkuku tak lagi bisa selain memejamkan mata ~nangkring di dahan pohon salam~ kedasih melantunkan semacam senandung yang hanya para peri yang memahami ngiluperihnya

oh, apakah Alex Poerwo masih suka sesekali mengajak menari semaksemak?

apakah erik jangkrik betul memang munghubungkanku dengan tanda kapan tiba waktu pohonpohon turi segera mensoleki rantingrantingnya dengan yang mengingatkanku pada pedang buntek kecil para pangeran dalam dongeng yang tak pernah rampung dikisahkan?

di latar, dari sebuah rumah tua tak terurus dihuni hantu noniknonik londo, kembangkembang bawangbawangan mekar putih nyaris memplak dengan lingir helai kelopaknya bersaput hijau terang ~aku suka memotretnya sembari menyenandungkan sebuah lagu sedih yang tak pernah kutahu judulnya~

oh, apakah Triyanto Triwikromo tahun ini jadi berangkat ke jerman lagi saat aku berharap bisa seminggu menginap di tawangmangu ~dinginnya sama~ sembari mencongkeli tandabaca tandabaca pada mungkin limapuluh sembilan teks puisi (dukalara. warnanya jambon) yang begitu saja kutulis justru saat kehilangan rindu pada bagaimana ketika asmara meremas degab di rongga dada

keheningan, begitu panjang, tanpa jeda yang melahirkan sela, berkilau lurus lebih panjang dari rel kereta api semarang jakarta. selalu berderak. senantiasa mendesakdesak

hatiku, o, hatiku

kenapa dikau, Kekasih

ku

…..

21.37

30.05.2022

~tanpa kota penanda

 


 

Timur Suprabana:

 

sebab bukan

 

lalu kubiarkan hatiku menjauh dari hampir segala jenis rasa dekat

hingga sore pun luruh

sampai bahkan maut pun tercekat.

dan, dari selatan, dari sesudah gunung gunung, angin mendesau patahpatah. seolah berjingkat

seluruh rindu

terjerat Sudah

di luar sua

…..

17.35

30.05.2022

~tanpa kota penanda

 


 

Timur Suprabana:

 

d e k a t

 

lalu keheningan yang semula kubayangkan mengembara di entah Sana terasa tibatiba menyelinap dan dengan lembut, nyaris seperti perempuan, memukimkan Senyap pada sela degab jantung yang walau pucat namun menampik penyap

semacam gairah

resah panjang

pecah

jadi terang

semacam warna ungu

mengingatku pada betapa lama

beberapa nama

tak lagi pernah kurindu.

dan cinta, yang orang kata Fana,

sesat di berjenis perdu

rasa ketika angin mendesau

kesiurnya bikin risau,

mengingatkanku pada kilau

permukaan rawa berair payau,

tinggal pohonpohon bakau

menyunyikan sedih para perantau

sejak kapankah aku di Sini,

sendiri, berulang

menggumamkan namamu

sembari tak henti menepis rasa ingin bisa sua justru saat kita bertemu?

o, garistangan yang selalu

berpaling dari jejak yang tercetak langkah

apa Kelak bakal bisa dikisah ujung jarijemari

saat Asmara, gandrung yang harum itu, ternyata cuma Samsara yang sedang sebentar bergembira?

maka kulipurlipur hatiku

dan kepadanya kubisikkan, “tidurlah. berdamping dengan umur.”

sungguh kian Jauh

rasa dekat Itu, kekasih

…..

03.35

30.05.2022

~tanpa penanda kota

 


 

Timur Suprabana:

 

Menjauh

 

ketika kau pun menjauh

segala dekat pun luruh

tinggal gerimis patahpatah

sepanjang belasan kilometer menjelang masuk kota ketiga,

tinggal ingatan pada kepak sayap

pada rasa ingin lekas tiba.

barangkali di ambang mula cahaya

jalan tol, sebagai sediakala, tak memungkinkan para pengendara

berpapas di lajur yang sama,

gerak, seperti direncana, melulu mesti searah (di lain sisi,

mereka yang melaju itu,

pulang ataukah pergi?)

“terimakasih,” kataku tiap ketika palang di pintu tol njeplak tanpa suara. tapi kotak birukuning di samping kanan seperti selalu lantas meludah

betapa dahsyat kesepian saat melaju

berangkat atau pun pulang

jadi makin tak gampang untuk bisa riang

tinggal gerimis

…..

selebihnya, kubayangkan.., rhoma irama bernyanyi, “malam ini

malam terakhir bagi kita…”

aku tertawa

….

gerimis bergegas menjelma hujan

…….

00.09

29.05.2020

~entah, sampai di mana ini~

 


 

ANTOLOGI PUISI TONGKAT SAKTI (Shahrizankaya Bin Ayobjutawan)

ANTOLOGI PUISI TONGKAT SAKTI (Shahrizankaya Bin Ayobjutawan)


 

SEBELUM LEBUR

 

Hari-hari terbelakang

seadanya rindu serta puja berupa ilham

kufasihkan ia di permukaan kajang

selancar deru air menjatuhi curam

dakwat meluncur menarikan madah

hingga saat jiwa rekah dalam melangkah.

 

Tiap pertemuan antara bunga

rindu langsung rakus menggila

berpuja lebih dari bakaran dupa

seiras kembar sembah berhala

rindu mendaki terlalu jauh

tika di puncak tersungkur luluh.

 

Demikian itu semuanya berpada

taksub pun kulempar ke neraka

kutidurkan pena di ranjang kertas

jemari kian berjangkit malas

malas melakar sesuatu yang indah

pelangi tak menyahut puja tak sudah.

 

Merindu barang sekadar

ada harga perlu dibayar

bak selangkah kanan lewat di cerun

telapak kiri cuba memegun

mungkin juga terdorong mengikut turun

berkasih diri bersama runtun.

 

Menaruh rasa usah melambung

binasa jiwa menahan tanggung

zahir bunga mendentum hasrat

kelak gelimpang jiwa tersiat

pabila rindu mencandu

akal sihat beku membatu.

 

 

TONGKAT SAKTI

Hutan Sawit Bukit Changgang

Semenanjung Tanah Melayu

26 Mei 2022.


 

PUNCA

 

Retak sejalur yang kujahit ini

pecahnya tak saja beribu

bahkan berliku

untuk tangis darahmu

yang mandiri tanpa aku

lebih dulu menghentam kalbu

namun kurela membatu

malah mata tak mampu berkaca

senyum kupampang

sembunyi jiwa gelimpang

santunmu terhadap cinta

berbayar siksa

tak sedikit pun dendam melingkar

kumaaf semuanya

atas nama rahayu

bak daun lepas dari tangkai

moga lunas akan puas

untuk pengabdian yang tidak jelas.

 

Raung suara siapa

paling awal menerjang rasa

gamam membikin geming

bingit alam menjadi hening

lidahku terus cacat

tanpa sebarang ungkap abjad

jasad pantas tak mengingat

entah berada di mana tempat

lalu aku tanyakan minda

tentang rasa antara kita

apakah ikhlasku untukmu

seperti utas benang

diikat pada boneka.

 

Kalau lalang

setianya selalu menari-nari

ke mana terbawa angin

di situ ia berpaling

tapi rindu kutitip tak berkelip

terbesit penghujung manuskrip

mungkin aku bersifat sementara

persinggahan sebuah dukacita

sengaja lagi bersahaja.

 

TONGKAT SAKTI

Hutan Sawit Bukit Changgang

Semenanjung Tanah Melayu Malaysia

17 Februari 2022.


 

BAYANG

 

Lembaran kamus itu

menjilid perkisahan dulu

tercetak erti rindu

kuhemat penuh syahdu

naskhah tak terbuku

renyuk ke dasar kalbu

gurindam bunga layu.

 

Impi melonjak tinggi

bak langit di hujung jari

mempercayai tanpa mengetahui

hembusan bayu nyalaan api

terpercik dari manisnya ilusi

rindu seakan tiada bernyali

tewas sendiri diajari sunyi.

 

Andai gemulai taruhan bicara

mustahil jiwa jadi bahana

berbayang dengan sengaja

membias gelita menutup warna

namun Tuhan mengirim cahaya

sampai waktu tabir antara kita

tersingkap tanpa pinta.

 

Tandang bidadari beribu watak

tidaklah rupa tulus mencorak

tingkah bisa merubah rentak

sekelip mata mana tercampak

merafak rindu nan berontak

bak jasad ditembus ceracak

merpati putih busana gagak.

 

 

TONGKAT SAKTI

Hutan Sawit Bukit Changgang

Semenanjung Tanah Melayu Malaysia

7 Februari 2022.


 

CELUP

 

Kulit putih telah pulang ke asal

membawa lari semua hasil negeri

segala surat bertulis jawi

bertandatangan Melayu sejati

terpamer di muzium hidung mancung

salinan sejarah sendiri dibeli

berbayar dalam pound dan euro

sungguh kita masih mencari

sejarah yang dicuri

demi memahami

riwayat Melayu gagah berani.

 

Kita sudah mandiri

pendekar kita berjuang sampai mati

demi merdeka tanah air ini

bebas dari belenggu penjajah

namun masih ada

tolol di kalangan anak negeri

menjahanamkan bahasa sendiri

jalan dan taman tercacah nama Inggeris

menghiasi papan besi

lupakah kalian tiang penyokongnya

berdiri pada tanah Melayu yang digali.

 

Terlalu miskinkah bahasa kita?

meminjam pakai sebutan peminum whiskey

terlalu agung mungkin

bahasa orang tidak berkhatan

anak hidung pesek

campuran penjajah berbinkan Melayu

apa hendak dihairan

di Parlimen semuanya bukan berbaju Melayu

mana ada lagi yang bercapal

masing-masing sepatu baru.

 

Jati diri Melayu terbuang

terhakis oleh zaman

benar kata Laksamana Hang Tuah

takkan Melayu hilang di dunia

tapi Tuah…

Melayu sekarang

tak mengenal maksud hulubalang.

 

TONGKAT SAKTI

Belantara Konkrit Kuala Lumpur

Semenanjung Tanah Melayu Malaysia

3 November 2021.


 

Kunjungi Profil FB Penulis : https://web.facebook.com/groups/113703722909/user/100047346441703/

 

Suatu Siang di Beringharjo – Puisi Yanuar Abdillah Setiadi

Suatu Siang di Beringharjo

Puisi Karya Yanuar Abdillah Setiadi

 

Lalu lalang keramaian melesat

sebagaimana pikiran yang terbesit

dalam benak para manusia

entah tertunaikan atau tertanggalkan.

 

Bakpia, batik, oleh-oleh khas Jogja dijajakan

Begitu juga senyum semringah para pedagang

Jalan berdesak sesak

seperti satu sama lain saling abai urusan masing-masing

 

Pasca pandemi,

Yogya kembali bergairah

Hiruk-pikuknya disinggahi para pelancong

 

Siang malam dirondai petualang

tetap terjaga menjamu para tamu

setelah sekian windu tidak bertemu

 

Yogyakarta, Mei 2022

 

Scroll to Top