Angin yang Menghantar Cintaku
Puisi oleh Miftah Sr.
Ketika sore merayap di pelataran masjid raya Bandung
aku dan kedua tanganku melihat arak-arakan mendung
di langit, tempat dimana ribuan malaikat bertahmid
membentuk garis yang lebih indah dari piramid
Tetes pertama yang turun sebagai gerimis
tepat ketika aku entah bagaimana mulanya menatap mata gadis bergamis
lalu hujan menderas di pikiranku
menjadikan puisi-puisi beku
Betapa indahnya, o… dia
menolak untuk membalas binar mataku
padahal telah kujadikan diri serupa adverbia
mungkin memang dia adalah jiwa antarsuku
: menolak bersekutu! Denganku.
Aku kemudian duduk di sudut serambi masjid
menikmati bagaimana angin membelai kulit keringku
dan angin berbisik, “Jadikanlah ia sebagai tasydid!”,
aku berseru, “Itu ada dalam inginku.”
Tiba-tiba hujan lalu berhenti menangis
bukan sebab seruanku pada angin
justru karena derap langkahnya yang manis
meninggalkanku bergulat dengan rasa ingin
: berharap kelak ia kan kembali. Menjadi lilin dalam gelapku
01.04.2017
Cimahi